Kamis, 09 Juli 2015

Senang jadi fans waktu: Lihat Pemain Muda

Sebagai pendukung Arsenal yang pernah lama puasa gelar juara, dan relatif monoton dari tahun ke tahun, saya hanya punya sedikit hal untuk dinikmati tiap tahun kompetisi berjalan. Dua tahun belakangan fans Arsenal punya dua FA Cup dan sebongkah piring cantik Community Shield yang bisa dibanggakan, sebelumnya? Kegagalan final Piala Liga, mati-matian untuk bisa finish di 4 besar, atau prestasi di Champions League yang mentok di 16 besar. Buat saya, ada hal lain yang bisa saya nikmati dalam tahun-tahun monoton ini, perkembangan pemain muda.

Entah nggak mampu beli pemain yang sudah matang, berhemat, atau memang percaya pada talenta muda, Arsenal jadi salah satu Klub yang rutin menelurkan talenta-talenta muda di tengah persaingan ketat antar klub di Barclays Premier League. Saya sudah cukup lama mengikuti jejak Arsenal dalam menelurkan pemain muda, nama-nama "pernah muda" macam Jack Wilshere, Francis Coquelin, Theo Walcott, Cesc Fabregas, Aaron Ramsey, dll adalah sedikit dari banyak binaan Arsenal yang mendapatkan tempat di tim utama.
Hector Bellerin sensasi musim ini. via arsenal.com

Melihat pemain muda step in ke tim utama memberi kepuasan tersendiri bagi seorang fans seperti saya, setidaknya saya bangga karena klub saya, Arsenal, mau dan mampu mempercayai dan mengembangkan talenta muda, dari yang bukan siapa-siapa menjadi ada apa-apa. Boleh jadi ini salah satu kelebihan Arsenal dari tahun ke tahun, mengembangkan bakat muda. Meskipun nggak semua pemain muda di Arsenal benar-benar dikembangkan sedari kecil di Lndon Colney. Walcott dan Oxlade-Chamberlain misalnya, lebih dulu di bentuk di Southampton sebelum dimatangkan oleh Arsenal.

Cinta pada pemain muda kadang nggak linear dengan hasil manis di kompetisi. Tahunan Arsenal harus susah payah merebut posisi 4 besar di Liga, stuck di 16 besar Champions League, dan mati tragis di Piala FA serta Liga. Pemain muda Arsenal memang banyak, dan berkembang, tapi mereka sendirian belum bisa memberi silverware yang pernah lama sekali ditunggu oleh para fans. Untuk itu butuh pemain "jadi" macam Mesut Oezil, Alexis, atau Arteta untuk memberi stabilitas kedalam tim ini. Kesetiaan pada pembinaan ternyata nggak selalu berujung pada prestasi, itu yang ada dalam kepala saya sebelumnya.

Chuba Akpom via mirror.co.uk
Tapi dua tahun ini ceritanya lain, juara back to back FA Cup, ditambah kemenangan fantastis atas Manchester City di Wembley saat Community Shield tahun lalu jadi warna berbeda untuk fans Arsenal. Memang ada beberapa nama pemain "jadi" yang sebelumnya nggak pernah ada dalam tim Arsenal, sedikit banyak itu memberi pengaruh hingga Arsenal bisa buka puasa pada akhirnya. Namun jangan lupa jika 70 persen dari skuad Arsenal dihuni pemain-pemain yang dulu pernah gurem, pemain-pemain yang dibina dengan sabar dan telaten. Pembinaan berujung pada prestasi akhirnya, meskipun butuh waktu yang lumayan lama. Wilshere, Ramsey, Gibbs, Gnabry, adalah sebagian nama yang menghiasi skuad 2 tahun kebelakang. Sebelumnya mereka juga langganan kalah, dan gagal. Tapi Dua tahun terakhir mereka jadi penjawab segala doa fans. Memenangkan silverware, dengan gaya Arsenal.

-

Pra Musim biasanya jadi waktu terbaik untuk menyaksikan performa pemain-pemain muda suatu klub. Di Jakarta 2013, Arsenal mempertontonkan Etalase pemain mudanya, Damian Martinez, Chuba Akpom, Serge Gnabry, dll. Singapura 2015 sekali lagi akan menjadi ajang unjuk gigi untuk para youngster ini. Sebuah ajang dimana fans bisa meneliti, siapa yang kira-kira akan jadi pengisi skuad utama satu dua tahun lagi..

---
Kesempatan bagus sayang kalo ga dijabanin. Niat dari sejak beritanya rilis awal 2015 lalu sih sudah ada pengen terbang ke Singapura, sekali lagi "mengawal" Arsenal di Asia setelah tur Jakarta 2013. Tapi tabungan bubar jalan waktu lihat price list tiket buat Barclays Asia Trophy 2015 ini....

Mumpung MySuperSoccer baik hati, saya menulis sekali lagi, tentang bola, tapi ga jelas mau tentang apaan aja. Pokoknya apa yang ada di otak nanti akan ditulis terus-terus, dan terus. Itung-itung bagi pengalaman, dan pengetahuan. Terima kasih sudah membaca! Semoga Barokah... Hehe

saya ada di twitter dengan Id seperti tertulis di bawah. Mau di ajak diskusi tapi jangan di marahin. hii...
@pingkanmamo mamo. Bukan mambo! 

Selasa, 07 Juli 2015

Petr Cech: jawaban buat kita semua?

"Hore! Hore! Ada Bang Petr!"
Petr Cech di London Colney via mirror.co,uk

kata sebagian fans Arsenal minggu lalu, waktu tau pembelian pertama Arsenal buat transfer musim panas ini dihabiskan buat Penjaga gawang ber-helm asal Ceska. Tapi saya yakin sekali, nggak semua fans Arsena bergembira ria menyambut Bang Petr minggu lalu, paling tidak saya sih nggak gembira-gembira banget. Aneh? Saya bagi sedikit alasannya.


Bener banget... Arsenal nggak punya palang pintu "kelas dunia" belakangan ini...

Terakhir yang saya inget sih Jens Lehmann, si tinggi besar yang ditebus dari Borussia Dortmund buat mengganti David Seaman yang hengkang ke Manchester City di usia senja karirnya. Lehmann waktu itu lumayan jago sih, no doubt about that, trofi beberapa kali masih mampir ke Highbury, paling enggak Final Piala FA 2005 lawan MU yang diselesaikan via adu penalti, Lehmann produce fine performance, jaga gawangnya dengan baik.

Pasca era Lehmann, relatif nggak ada shot stopper yang berkelas dibawah mistar Arsenal, memang ada banyak nama, Manuel Almunia, Lukasz Fabianski, Wojc... ahh.... even Arsenal fans aja susah spelling his name, Cezni, Vito Mannone, Emiliano Viviano, sampai Damian Martinez datang dan pergi di bawah mistar Arsenal, tapi nggak satupun dari mereka yang provide "class" sebagai shot stopper kelas dunia.

Classless nya nama-nama tadi kelihatan dari hampir identiknya kisah karir mereka di Arsenal. Berawal dari bangku cadangan, dapet kesempatan main, bisa main bagus, terus do lots of blunders, balik lagi cadangan, terus pindah ke antah berantah. Almunia, step up pas Final Liga Champions 2006 di Paris, ngganti Lehmann yang kena kartu merah konyol, setengah tahun kemudian Almunia mulai jadi pilihan tetap The Boss di bawah mistar, terus mulai menurun si Almunia, diganti sama deputinya waktu itu, Lukasz Fabianski. Almunia terakhir main di Championship sama Watford, tapi harus berhenti main bola karena ada kelainan jantung. Fabianski yang naik pasca Almunia juga lumayan awet, sampai blunder terus-terusan, terus diganti sama Woj... Cezni! Kiper asal akademi Arsenal. Keren abis sih dia, masih muda tapi jago, musim lalu tau sendiri tapi, setelah nightmare di St. Mary's waktu lawan Southampton, Cezni bukan pilihan lagi. Martinez dan Viviano punya cerita agak mirip, bedanya mereka memang masih kemudaan, dan game time-nya ga banyak, tapi garis besar nya sama, waktu mereka (Viviano, Martinez) main, fans yakin ada secercah harapan buat masa depan di bawah mistar, tapi mereka terus balik lagi jadi kiper ketiga sampe jamuran, nggak kedengeran lagi di tim utama.

Kisah tentang kiper Arsenal makin disimak emang makin mirip lagu-lagu di radio Prambors, itu lagi itu lagi. Mereka NGGAK JELEK. NO! Saya mengagumi setiap dari mereka sebagai seorang fans, kiper-kiper berbakat. Tapi somehow saya juga arus mengakui kalau nama-nama yang saya sebut tadi nggak segarang Joe Hart nya City, atau sekokoh Petr Cech musim lalu, sebagai seorang fans, 10 tahun belakangan ini nama-nama tadi sering bikin hati saya hancur, blunder, kemasukan konyol, salah passing, gagal save penalty, yah, mau gimana sih ya.

Balik ke Petr Cech, secara catatan sudah jelas kalau doi bukan kiper sembarangan. Pernah denger Jamal Blackman? Hilario? Schwaczer? Beberapa nama yang saya tahu pernah jadi pelapis kiper di Chelsea. Kecuali si kiper asal Australia, nama-nama yang lain emang kedengerannya relatif nggak terkenal, bukan salah mereka kalau mereka tenggelam sama Petr Cech. Hilario main banyak waktu Cech habis dihajar Stephen Hunt pakai lutut di Madjeski, insiden yang bikin dia absen lama, dan harus balik pakai helm (sampai hari ini). Selain waktu itu, Hilario jarang main. Schwaczer? Punya reputasi bagus sebagai kiper di Britania, lama sama Fulham, dan Boro, mainnya nggak pernah nggak bagus. Aussie ke World Cup 2006 juga akibat jasa Mark Schwazcer. Di Chelsea? Cuma dipakai waktu Petr salah jatuh. Liga Champion tahun lalu, lawan Bayern. Schwazcer masuk jadi pengganti, terus main selalu sampai akhir musim.

Selama Bang Petr main, Chelsea juga jaya sekali, domestik maupun regional (susah sebenernya buat mengakui kayak begini, tapi ya emang fakta sih. Selamat Chelesa Fans) Stabilitas di lini belakang kayak ada terus gitu di Chelsea, mau main gaya parkir bus al'a Mourinho, atau permainan passing game Guus Hiddink, tetep aja lini belakang Chelsea stabil selama ada Bang Petr ini, no wonder sih kalau fans Arsenal banyak yang senang, Petr Cech itu seseorang yang lama nggak dipunyai Arsenal, jenis pemain yang kata media Inggris, bisa membawa Arsenal ke lebih banyak trofi, kalau kata Terry, Bang Petr dalam semusim bisa mengamankan 10-15 poin ekstra buat tim! Gile.
10 Clean Sheets padahal cuma main setengah musim. David! via guardian.co.uk

Tapi, saya sebenernya masih suka lihat David Ospina, waktu doi datang musim panas 2014, saya merasa dia adalah jawaban buat bawah mistar Arsenal, Ospina buat saya adalah sinonim dari stabilitas. Tapi cedera dia, dan keputusan Wenger berkata lain, Ospina starts dari bench, bahkan sempet nggak masuk squad dibeberapa matchday awal gara-gara cedera. Sampai Cezni mabuk gila di St. Mary's lalu Ospina step in dan nggak step out, terus-terusan jadi Arsenal no-1. Statistiknya juga ga bohong, 10 Cleansheet, lumayang banget buat seseorang yang baru jadi reguler di tengah musim kompetisi, seseorang yang baru pindah dari perancis ke Inggris. Hugo Lloris pun nggak sejago itu dulu pertama kali dateng... That's why saya percaya kalau "Ospina Bisa".

By the end of the day waktu akan menjawab, apakah Arsenal akan gini-gini lagi (kayak 2006-2014) atau mereka akan melanjutkan tren positifnya di 2015/2016 bersama Bang Petr. Biar saya nggak begitu senang dengan datangnya Bang Petr (Karena Ospina harus hilang) saya tetap menantikan musim baru dengan Bang Petr berdiri di bawah mistar Arsenal. Stabilitas yang lebih yahud dari yang diberi Ospina kah? Mungkin saya harus check it by my self as soon as possible, mulai dari match persiapan Arsenal di musim ini lawan Everton, Stoke, dan Singapore XI di SportsHub, Singapore. Tolong deh Super Soccer, #TakeMeThere biar saya yakin kalau Bang Petr adalah jawaban buat stabilitas lini belakang Arsenal.

---
Kesempatan bagus sayang kalo ga dijabanin. Niat dari sejak beritanya rilis awal 2015 lalu sih sudah ada pengen terbang ke Singapura, sekali lagi "mengawal" Arsenal di Asia setelah tur Jakarta 2013. Tapi tabungan bubar jalan waktu lihat price list tiket buat Barclays Asia Trophy 2015 ini....

Mumpung MySuperSoccer baik hati, saya menulis sekali lagi, tentang bola, tapi ga jelas mau tentang apaan aja. Pokoknya apa yang ada di otak nanti akan ditulis terus-terus, dan terus. Itung-itung bagi pengalaman, dan pengetahuan. Terima kasih sudah membaca! Semoga Barokah... Hehe

saya ada di twitter dengan Id seperti tertulis di bawah. Mau di ajak diskusi tapi jangan di marahin. hii...
@pingkanmamo mamo. Bukan mambo! 

Senin, 06 April 2015

Permainan Serius

Hidup adalah sebuah permainan, bermainlah dengan serius... Namun,jika  kamu sudah merasa terlalu serius, ingat-ingat lagi, kalau ini cuma permainan

Jumat, 06 Maret 2015

Di Hungaria

Hari ini suhu udara disini 12 serajat celcius, rasanya angin berhembus lebih kencang, dan bibir cepat kering. Berdiri di satu tempat dimana semua orang bicara bahasa yang tidak saya pahami, dan tulisan yang tidak saya baca. Mungkin di Hungaria saya merasakan (lagi) masuk dalam adegan film "Lost in Transition".

Berangkat ke Hungaria mewakili Universitas untuk satu perjalanan tur lomba C. Vis barangkali pengalaman yang mahal harganya. Melihat banyak hal baru, san merasakan banyak hal baru. Saya menyebut negra ini dengan somewhere nowhere. Dimana orang tidak tahu, dan hanya sedikit yang pernah datang kesini. Yes, it's good to be here. Tapi percayalah, Hungaria adalah sesuatu yang berbeda waktu kamu berangkat buat lomba.

Lomba, Internasional, Mahasiswa, ah, dunianya sudah berganti. Sekarang hal-hal semacam ini sudah jadi konsumsi banyak pelajar tingkat tinggi di penjuru negeri. Menyenangkan waktu kita masih muda bisa kesana kemari melihat hal baru, belajar hal baru. 

Hungaria, di tempat ini saya dan teman-teman tersadar, kalau di kolam yang besar kami ini masih ikan kecil yang imut. Well, it's good to be here, jadi yang pertama dari Universitas buat datang dan merasakan pengalaman yang baru. 

Capek, susah, pegel, serem, iya.
Tapi ya namanya juga usaha.

Di hungaria, semuanya lebih terasa.

Cobu-Boys di Amesfoorth

Panggil saya penggila budaya barat, atau sebut saya terlalu berorientasi terhadap hal-hal berbau asing. Tapi sungguh, saya menyukai hal-hal berbau non-domestik karena dalam beberapa aspek, mereka di luar sana melakukannya lebih baik daripada kita disini.

Ceritanya waktu saya mampir ke sebuah kota bernama Amesfoorth di Nederland. Di Kota ini sepupu saya, Andre bersekolah dan tinggal. Layaknya remaja seusianya, kehidupan sehari-hari Andre nggak jauh dari hal-hal berbau pendidikan. Belajar rutin, dan mengerjakan tugas, serta olahraga. Ya, kebanyakan dari kita yang ada di awal usia remaja memang begitu cinta sama olahraga. Serius atau tidak, tapi banyak yang tergila-gila, dan nggak sedikit yang berpikir buat cari makan di masa depan dari lapangan.

Nederland itu negara yang kecil, tidak lebih besar dari Pulau Jawa, namun mereka bisa punya tim bola yang sampai ke Final Piala Dunia tahun 2010. Mereka kontinyu melahrikan bibit-bibit cakap dalam olahraga ini, apa rahasianya? Ya, apa rahasianya? Itulah pertanyaan yang membayangi saya selama berkunjung disana.

Amesfoorth adalah sebuah distrik kecil di Belanda, ketika saya sampai disana, cuma ada tiga tempat yang saya kunjungi. Toko Peralatan Rumah Tangga IKEA, Rumah Sepupu saya, dan Sports Compound milik klub bola Andre, Cobu Boys. Kunjungan ke IKEA sudah saya rencanakan jauh-jauh hari, salah cabang terbesar mereka ada di Amesfoorth, dan saya sungguh gila soal IKEA, karena mereka melakukannya dengan sangat out of the box. Jadi kunjungan ke Toko mereka jelas merupakan ziarah wajib yang akan saya lakukan. Tapi mampir ke Cobu Boys? Sebenarnya saya cuma penasaran, mencari jawaban tentang kenapa mereka (Nederland) begitu bagus di kancah Dunia. 
---
Luasnya hampir 3 kali GOR UNY, tentu saja lebih sederhana, namun amat sangat layak. Pelajaran pertama yang saya dapat, tentang pentingnya menyiapkan fasilitas yang layak alih-alih mewah. Ada 2 lapangan sepak bola, dan beberapa lapangan olahraga lain. Tak ada tribun, namun ada satu bangunan yang berisi ruang ganti mereka, cafetaria, dan sekertariat klub. Saya yakin sekertariat Persija Jakarta saja nggak akan serapi sekertariat mereka. Gila, padahal cuma SSB, tapi mereka punya struktur yang sangat yahud. 

Tak berhenti disitu, kekaguman saya berlanjut waktu saya berbicara dengan orang-orang disekitar saya sembari menonton Andre berlatih. Mengetahui bagaimana mereka menjalankan klub ini, dengan sistem keuangan yang sederhana dan dukungan yang baik dari otoritas setempat. Bagaimana tiap-tiap orang tua saling bergantian menyediakan makanan untuk memenuhi gizi para pemain dari dapur klub, mengelola perlengkapan, dan berlatih. Pikiran saya meledak-ledak. Ini cuma SSB lho, macam Gama atau Puspor di Jogja. Tapi kok segitu diurusinnya ya. Apalagi waktu lihat Andre berlatih, mereka nggak spesial-spesial amat. 11-12 dibanding skill anak-anak seusia mereka di Indonesia.

Tapi jelas, bukan soal skill mereka, atau siapa mereka. Tetap aja mereka di treat dengan layak. Bukan mewah. Saya nggak melihat mereka punya boot room yang dipenuhi sepatu seri tebaru macam pemain Liga Inggris, atau mereka punya bola klasifikasi A yang dipakai buat Eredevise. Nggak ada. Mereka cuma diperhatikan, tanpa di manjakan. Diperlakukan dengan layak, meski ga berlimpah kemewahan. Lagi, petir-petir itu saling bersambar dikepala saya. "Ini cuma SSB kok segininya diurusiii ya?"
--
Sesi latihan Andre hampir berakhir, senja menjelang di langit bagian barat, saya beranjak pulang dan meninggalkan Cobu Boys sore itu. Sejalan dengan kayuhan sepeda Andre menuju rumah, pikiran saya masih hangat setelah melihat seperti apa anak-anak muda di negara finalis ini diperlakukan. Sepanjang jalan saya sadar kalau lapangan indah macam Cobu ini tersebar dipelosok negeri kecil ini. 

Benar kata orangtua, semua dimulai dari bawah, dari yang muda. Nederland pun melakukan hal serupa. Memperlakukan yang paling bawah dengan layak, dan sepantasmya. Satu pelajaran dari Amesfoorth yang tinggal dan lekat dalam hati saya.

Theodore Wira Adi
*ditulis sebagai bagian dari jurnal kecil dari saya dan ian*