Minggu, 24 November 2013

Mau Mati di Pasar Seni

Medio Agustus 2013,

Kunjungan kedua saya ke Kuala Lumpur, seperti banyak tempat lain yang saya kunjungi, saya sudah mulai mengenal Kota ini dengan cukup baik. Belum semua, namun paling tidak saya bisa berkuasa di daerah-daerah pusat kota karena sudah mengerti lekuk-lekuk dari Kuala Lumpur.

Kuala Lumpur buat saya adalah hidden paradise. Ya memang kota ini nggak se modern Singapore, atau punya topografi yang stunning macam Hong Kong, namun buat saya ini tetep paradise. Karena semuanya disini murah, dan menyenangkan karena vibrant. Ada beragam suku, budaya, bahkan bahasa yang tercampur disini. Itu yang membuat Kuala Lumpur menyenangkan, paling tidak menurut saya.

Cerita ini bukan tentang santapan kuliner yang enak, atau tentang jalan-jalan ke Petronas Tower. Ini cerita tentang mencari WC di pusat kota Kuala Lumpur. Kalian yang sering pergi tau pasti, bahwa WC yang paling surga itu adalah WC rumah sendiri. Mau seberapa bagus juga WC Hotel, tetep lebih nyaman duduk di WC rumah sendiri, like a boss.

Karena memang nggak nyaman dengan WC di hotel, serta punya kebiasaan aneh untuk menahan buang air besar, saya sukses tidak buang hajat 2 hari pertama di Kuala Lumpur. Namun hari ketiga celaka lah saya. Sehabis menyantap rujak malaysia (yang rasanya enak, dan berbeda dengan rujak punya kita) plus ditambah jajan buah-buahan potong di sekitar petaling street (karena cuaca panas, buah enak nih boy kayaknya). Saya mengalami serangan kebelet di tengah jalan pulang.

Sebenernya situasi semacam itu mirip dengan pilot pesawat kehabisan bahan bakar. Kita harus mengkalkulasi dengan cermat, langkah apa yang mau kita ambil. Jalan pulang ke Apartemen? Kuat nggak nahanya..... Mau cari WC Umum, entah ada dimana... atau numpang?

Setelah mempertimbangkan dengan bijak (baca; udah ga tahan) saya memutuskan masuk ke sebuah toko buku dan fancy terdekat, saya masuk kesana karena ya bangunannya agak keren, jadi wc nya mungkin juga agak keren. Karena saya tengsin, saya nggak langsung buka chit chat mau pinjem wc. belagak dulu lah, pilih-pilih buku gitu. Padahal udah kebelet parah. Kadang gengsi lebih besar dari rasa kebelet. Setelah 5 menit lihat-lihat saya baru memulai operasi cari WC.

Di lantai 2, saya tanya, dimana WC nih?
dia bilang
"downstairs, walk through, turn right."
pemahaman saya sih di sisi kanan gendung. di lantai 1. Maka saya turun dengan agak buru-buru, tapi alamak, sungguh gak ketemu di mana ini WC nya. Hell,....... Padahal toko bukunya nggak besar, tapi saya nggak bisa nemu. Karena teringat pepatah kuno, malu bertanya sesat di jalan, saya putuskan bertanya lagi sama staf di lantai satu. 

Ternyata WC nya gak ada di dalem toko buku, ada di bangunan sebelahnya. Semacam WC terpisah gitu. Lalu saya jalan dan berusaha mencari WC, sesampainya di bangunan sebelah kabar buruk buat saya karena nggak langsung nemu WC, masih harus naik lift ke lantai dua, baru deh ketemu WC nya. Pefcayalah, menemukannya ga segampang kedengarannya waktu kamu ultra kebelet to the max pol mentok banget.

Lalu setelah semuanya selesai, saya keluar dengan perasaan paling bahagia se jagat raya. Karena saya bisa numpang ke WC di negeri orang.

ini tampang bahagia saya kala itu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar