"uniformnya beda tapi bareng kemana-mana"
Minggu 7 October, hari kedua saya menunaikan tugas di Pameran Pendidikan di Kolese De Britto. Sejujurnya ini pengalaman pertama saya buat mewakili fakultas dalam promosi akademik, dan ternyata pengalaman pertama saya nggak jelek-jelek amat. Malahan cukup menyenangkan.
Hari kedua sedikit berbeda dengan hari pertama, kalau hari pertama saya cuma menghadiri pameran setengah hari, di hari kedua lebih banyak waktu yang saya habiskan di Kolese ini. Yang lucu adalah hari kedua ini saya bertemu salah satu relasi saya, yang juga kenalannya pas edufair tahun lalu, mas atas. Beliau slah seorang staf promosi Unika Atma Jaya Jakarta, mantan calon tempat studi tingkat tinggi saya, yang akhirnya batal karena satu dan lain hal.
Sebenernya lebih banyak tendensi takut-nya daripada senengnya di awal pertemuan, karena saya belum sempat menjalin komunikasi pasca batal berkuliah di Jakarta. Tapi entah kenapa serasa wajib buat ketemu dan bicara sama beliau selagi bisa, toh komunikasi yang baik gak pernah ada salahnya. Maka janjian lah kita, di minggu pagi, hari kedua pameran untuk bertemu sebelum berangkat. Meeting pot-nya adalah hotel di bilangan AM Sangaji, tempat teman-teman atma menghabiskan malam.
Tapi rencana bertemu di hotel kandas seketika, waktu saya baru bangun pukul 7 lebih, padahal janjian tepat pukul 7, setelah mandi, langsunglah saya dapat instruksi untuk menghampiri mereka di sentra bakpia di Pathuk, tempat yang jarang saya kunjungi, dan kebetulan saya harus mengunjungi tempat itu naik becak, sungguh berasa turis.
"kesana kesini kesitu yuk!"
Karena mengawali perjalanan dengan becak, maka saya melanjutkan perjalanan dengan menumpang teman-teman atma menuju ke venue pameran. Di perjalanan, layaknya orang jakarta lainnya kami berbincang tentang jogja, dan tentu mereka antusias, saya lemes. Malioboro dengan ftv nya, perjalanan ke ganjuran, nasigoreng papilon(yang enak setengah mati!) ayam tojoyo, dan beberapa tempat makan lainnya di jogja.
Berita itu kayak kentut, kamu gak tau darimana datangnya, tapi kamu bisa merasa dan terpengaruh. Begitu juga tempat makan kayak Raminten, yang memang 2 tahun terakhir jadi jujugan wajib bagi orang luar jogja buat di kunjungi, Pasta Gio, yang tempatnya mencit dan cenderung seperti mitos, atau Kalimilk yang sampai di recomend sama teman-teman lain. Begitu juga pagi itu, nama-nama tempat makan diatas disebut oleh mereka atau saya, dan selepas pameran kami berencana untuk mencoba singgah ditempat makan tadi tadi itu sembari menghabiskan waktu menunggu penerbangan kembali ke Ibu Kota.
"ra hih! nten......."
jam masih menunjukkan pukul 8, karena kepagian buat ke venue, kami nyicil food trip kami ke Raminten, sudah banyak isu tentang tempat ini, baik dari saya, maupun dari Lusi, dan Finna, Mas Atas mah ga tau apa-apa kalo soal tempat ini. Buat kami semua, ini jadi kunjungan perdana ke Raminten, dan dalam hati saya takut karena isu isu yang saya dengar tentang tempat ini.
Ternyata raminten memang tempat buat turis, karena 3 warga jakarta ini bisa sangat menikmati semua "atraksi" yang dimiliki resto etnik ini, sementara saya cuma harap-harap cemas. Tapi overall lagi, semua pengalaman baru itu menyenangkan, buat saya kalau ga ada mereka, saya yakin nggak pernah bisa membuktikan ke absahan isu yang saya dengar tentang tempat makan ini, dan akhirnya memang isu itu terbukti benar -_-
tapi terlepas dari isu itu, raminten ternyata tempat yang menyenangkan, atau lebih spesifiknya unik, teman-teman jakarta saya menikmatinya, dan saya yakin kalau kalian bukan orang jogja pasti bisa menikmati tempat ini sama kayak mereka. mungkin ini sama kayak saya yang bisa sangat bahagia lihat monas, dan mereka yang mau muntah lihat bangunan jangkung yang gendut itu. such a good experience tapi
pasca "sarapan" kecil di raminten, kami melaksanakan agenda utama kamu hari itu, pameran. kira-kira dari jam 9 pagi hingga pukul 3 sore, setelah merapikan paket pameran universitas saya, dan membantu sedikit delegasi atmajaya, kami bersiap meninggalkan Kolese de Britto. Sebenarnya agak aneh buat saya waktu melihat bagaimana sistem kerja dua universitas, universitas saya, dan atma jaya jakarta, yang berbeda dalam menyikapi manifestasi. Di booth saya, kami tinggal memasukan semuanya ke dalam koper se rapi mungkin, lalu menyerahkannya pad mobil fakultas untuk dibawa kembali ke akntor. Hanya butuh sekitar 15 menit, dan tanpa keringat
Sementara ketika membantu teman-teman atma, harus ada pengecekan manifestasi yang teliti penghitungan setiap lebar kertas yang mereka bawa, sovenir yang mereka bagi, semuanya dihitung, dan saya sampai keringetan, sesungguhnya saya bingung, sampai saya nyeletuk. "Rajin amat pake diitung" dan jawaban mas atas sangat tuntas; "kalau swasta kan uangnya mepet, ga bisa jarjerjor kayak negeri"
Universitas saya memang sebuah PT Negeri, dan yaaa, bener juga sih, kadang kami yang di PT negeri suka nggak menghargai uang sampai sedetil teman-teman swasta, karena kami punya banyak dukungan finansial dari pemerintah, sementara PT Swasta harus pintar pintar mengatur cash flow nya, sampai brosur juga masuk hitungan.
"foodventure"
mendekati pukul 4 kami beranjak dari Kolese de Britto, saya yang ikut memasukan barang kedalam mobil mules sendiri melihat banyaknya material pameran yang mereka bawa pulang ke jakarta, 8 piece dengan berat lebih dari 40 kilo. Mungkin universitas saya membawa barang yang nggak beda jauh, cuma secara tuan rumah yang deket, jadi nggak berasa, lagipula jumlah personil kami amat banyak, bandingkan dengan mereka 2 wanita 1 pria, well, itu lumayan banyak men.... Tapi sebelum memusingkan soal barang kami sempat menjelajah ke dua tempat makan di bilangan palagan-lempongsari.
Pastagio, dan Kalimilk. Satu tempat saya kenal dari berita mulut ke mulut, dan tempat lainnya mereka kenal dari berita sosmed. Saya sudah pernah singgah kedua tempat ini, tapi sore itu rasaanya beda, mencoba menikmati semua tempat, mencoba menikmati jogjakarta dari sisi wisatawan, sisi orang jakarta.
Sampai hari ini, saya masih sering linglung kalau ada orang yang bilang jogja itu enak blablbalabalalalalala, dan sore itu saya mencoba mencerna lagi, senikmat apa jogja sebenarnya. Ya, sedikit berbeda sensasinya, datang ke raminten, tanpa sadar sebelumnya saya naik becak ke tempat bakpia, naik mobil sewaan, difoto mas-mas gay, makan di pastagio hujan-hujan, dan ke kalimilk, semuanya memberi prespektif baru sih, dibanding kunjungan saya ketempat-tempat itu biasanya, hari itu saya di turisi, dan seperti biasanya, saya nyadar kalo ternyata kota yang saya anggep datar ini punya vibrant yang sangat friendly, dan dynamic dengan caranya sendiri.
Testimoni dani finna dan lusi saya rasa cukup mewakili jogja, bahwa ini kota dimana orangnya ramah, dan baik-baik. Well, saya nggak merasa orang sekitar saya baik semua, tapi daripada engkong-engkongn yang bentak2 di johor bahru, atau copet di chinatown singapore, atau dinamika di jalan protokol jakarta, kota kecil saya ini masih lebih memanusiakan manusia.
"agustinus adisutjipto"
Nama destinasi terakhir kami di jogja, membelah hujan gerimis, dan jalanan di ringroad utara, rasanya sedikit sendu. Bukan hanya karena harus berpisah dengan teman-teman baru, tapi akrena saya masih jauh dari rumah, dan istirahat. Tapi di belakang saya ada suara tanya "ini airportnya? ini akhir trip kita dong, yaaaah...." ternyata ada yang lebih berat hati meninggalkan vibrant-nya kota ini, kota yang 24 jam lalu saya anggap sebagai sekedar tempat tinggal, kota yang sejujurnya memang indah, dan romantis. bukan romantis karena saya banyak menghabiskan waktu dengan tukang becak lho. Romantis karena semua orang disni pelan tapi pasti, berkendara pelan tapi pasti sampa, berbicara pelan tapi pasti selesai, oke kayaknya saya salah presepsi antara romantis sama lelet...
katanya mirip |
Di airport ini biasanya saya girang banget, karena saya selalu mengawali petualangan jalan-jalan saya dari tempat ini, jakarta part kesasar di monas, jakarta part seaworld, singapore, malaysia, semuanya dimulai dari sini. Tapi hari ini memang beda, teman-teman saya balik ke jakarta, dan saya balik ke rumah melanjutkan dinamika hidup kasual saya. Perbedaan yang besar, Jogja, yang dulunya nggak saya idolakan, dengan jakarta, tempat yang sangat saya sukai karena sangat menantang. Tapi hari ini, saya di ajari betul bagaimana vibrant nya kota saya, ternyata walau batal ke jakarta, saya masih beruntung bisa studi di kota seperti ini...
dan malam itu ditutup dengan perjalanan kereta dari bandara ke maliobor, kereta yang penuh sesak dengan manusia, serta pengap. welll, welcome back daily life!