Rabu, 05 Februari 2014

metro mini

hampir seminggu ini berada di Jakarta, kota yang, ah, kalau kalian bisa berbahasa Indonesia, kalian tahu lah, Jakarta itu kayak apa. Sekecut apa jalan-jalan Jakarta. Judul cerita saya kali ini juga bukan kata yang akrab dengan keselamatan di jalan, kenyamanan perjalanan, pelayanan prima, dan transportasi modern. Semua lawan kata dari yang saya sebutkan sebelumnya ada dalam Metro Mini.

Saya nggak punya deskripsi yang jelas, apa itu Metro Mini. Karena Metro Mini alias MM ini wujudnya bermacam-macam buat saya. Yang saya tahu bis sedang tanpa AC, dan agak reyot, pasti dinamai Metro Mini, ga masalah mereka dari Koperasi apa, atau menggunakan nama bis apa gitu. Semuanya saja Metro Mini. Saya akrab dengan benda ini belakangan karena letak tempat yang saya tuju setiap hari hanya bisa dicapai dengan MM. Maka mau tak mau saya menjadi pengguna tetap angkutan ajaib ini.

Hampir seminggu saya menumpang metro mini, saya menemukan beberapa fakta yang unik, dan menarik tentang perjalanan menggunakan bis ajaib ini. Saya kira ini merupakan angkutan yang sama saja dengan bis semacam ini di Kota asal saya, Jogjakarta. Tapi ternyata saya salah besar. Metro mini buat saya sih simbol penghidupan masyarakat urban Jakarta kelas bawah, khususnya laki-laki. Karena di Metro Mini, kehidupan mereka berjalan.

Dalam metro mini, biasanya pengemudinya mas-mas yang belum sampai 30 tahun. Tren ini sih kayaknya baru menjamur belakangan, bukan tren yang sudah ada dari jaman dulu kala, barusan saja ini adanya. Mas-mas metro mini ini biasanya modis. Tentu bukan berarti mereka pakai cardigan zara atau jeans Levi's. You know, modis, bling-bling di sabuknya, atau celana jeans hipster, kadang-kadang juga mereka pakai kaos potongan junkies gitu. Ganteng lah pokoknya. Terus mereka perokok, rokoknya pun nggak murahan, minimal sampoerna. Tapi koreknya biasanya merk kanguru, seharga 100 perak, korek kayu.

Mereka buat saya pria-pria yang bernyali besar. Karena dengan kendaraan yang ala kadarnya begitu, mereka berani menerapkan aggresive driving style, macam Sebastian Vettel memburu Fernando Alonso di lintasan balap. Hapir ga ada jarak antara metro mini dengan mobil di depannya. Mereka juga mepet-mepetnya dalam kecepatan tinggi. Sungguh cerminan pria pemberani.

Dalam metro mini, buat saya ada momen seperti duduk dalam kotak kematian. Momen itu ada kalau kita dapat duduk di barisan depan. Man, kalau kamu bisa berkendara, kamu cuma deg-deg an sepanjang jalan. Mereka itu nggak masuk akal, ngebut, potong kanan, potong kiri, semau gue. Kadang saya berpikir, atau malah yakin pasti akan tertabrak kendaraan lain, tapi ajaibnya selama seminggu ini saya belum lihat metro mini nabrak. Dahsyat.

Selain itu, mereka juga sangat nggak paham aturan lalu lintas. Jelas saya nggak menyalahkan siapapun, tapi buat saya lucu saja, ucu setengah mati waktu saya lihat seorang pengemudi MM marah-marah kepada mobil di depannya, yang tidak melanggar lampu merah. Marah, karena tidak melanggar. Sungguh sebenarnya nggak perlu ahli transportasi untuk mengurai macet di Jakarta mungkin.....

Oh iya, ada satu hal yang lucu, tapi saya nggak suka. Semua awak Metro Mini itu mostly PHP. Pernah satu ketika saya menanyakan apakah mereka akan melintasi tujuan X, karena saya hendak ke X. Mereka bilang ya. Tapi faktanya tidak...... Maka saya harus cepet-cepet turun sambil merasa terkecu.

"Bang nggak lewat tol kan?"
"Nggak, lewat bawah"
-setelah lima menit belok ke pintu tol-

Mereka juga sering menggunakan kalimat klise yang nggak jelas.
"Yok, Fatmawati, langsung berangkat-langsung berangkat"
-lalu mereka bilang gitu sampai ada lima orang naik bus, baru berangkat-
Langsung berangkat bathuk mu -_-

Saya sungguh nggak suka bagian tanya tujuan dan dijawab iya, kayaknya ada semacam reflek gitu diantara awak metromini buat bilang iya ke semua pertanyaan.

"Bang berhenti di talavera gak?"
Iya
"Bang turun di jembatan ya?"
Iya
"Bang nggak lewat tol kan?"
iya
"Bang ini jurusan ke London kan?"
Iya


semua saja iya.

Biar asem, panas, dan kecu, metro mini mau ga mau juga masih dibutuhin sih, saya bisa membayangkan kalau nggak ada metro mini diseluruh jakarta, ada berapa manusia yang harus kebingungan. Percayalah, ini bukan transport terbaik di dunia, tapi kalau mau coba sesuatu yang baru, ini angkutan yang..... Seru.