Senin, 12 Agustus 2013

Menyintas Tanah Melayu

Berkereta api menyintas tanah melayu barang kali bukan merupakan hal yang terlalu baru buat saya, 2012 jadi kali pertama saya menyintas melayu diatas kereta api, dan 2013 saya punya kesempatan kedua untuk mengulanginya.

Perjalanan kereta dari kuala lumpur menuju ke singapura benar-benar monoton. Bertolak dengan kereta gerbong lama, yang bahkan tidak memiliki charging station di dalamnya. AC yang teramat dingin, makanan yang minimalis, dan manajemen jalur yangb jujur saja kurang padu. Singkat kata berkereta disini tidak semenyenangkan i Indonesia.

Setidaknya dua gambaran tersebut yang hidup betul dalam benak saya selepas dua perjalanan terdahulu. Namun akhir pekan lalu, saya berkesempatan menjalani perjalanan hang ketiga. Berbeda dengan dua sebelumnya, kali ini perjalanan saya ditempuh pada waktu siang hari, adanya sinar matahari jelas merupakan pembeda tersendiri, karena saya punya kesempatan melihat jalur kereta api melayu dengan jelas, tanpa ditutupi pekaynya sinar malam, dan tak harus dibantu oleh penerangan lampu jalan. Beruntung buat saya lagi, karena sinar matahari disini ada hingga pukul 8 malam. Berarti lebih dari 3/4 perjalanan saya akan terang benderang, sebelum malam datang.

Apa yang saya dapat dari perjalanan kemarin sungguh satu pengalaman yang berbeda, menikmati berkereta di atas jalur kolonial Inggris, jalur yang disebut jalur tengkorak, karena ada banyak pekerja paksa yang gugur ketika pembangunan jalur tersebut.

Sungguh amat berbeda dengan apa yang biasa saya lewati di Indonesia. Sepanjang perjalanan dari KL menuju Singapore, jalan di dominasi dengan single track (satu lajur rel) saja. Tak heran eaktu tempuh KL-Singapore membengkak parah karena kereta harus saling bergantian di jalur2 ini. Kiri-kanan rel juga ditUmbuhi pohon liar yang sangat mepet dengan rel. sehingga pada waktu kereta melaju, gerbong-gerbong ini menghantam dedaunan yang bergantung di sisi-sisi. Sekali lagi, ini sungguh model rel lama yang nggak pernah saya rasakan lagi di Indonesia.

Sulit untuk ga romantis buat kereta api, dan ya, perjalanan menyintas Melayu di siang hari awaktu itu, membuat saya jatuh cinta lagi dengan kereta api, seperti ketika pertama kali dulu. 


Mungkin rel ini bukan rel terbaik di dunia, keretanya pun biasa saja, cuma memang murah. Namun ini sebuah pengalaman teraendiri yang nggak bisa di beli imanapun, menyintas Melayu dalam kereta api diatas jalur Kolonial.